Isnani Rosyianti

Yang dengan sejuta impian, ingin mewarnai dunia dengan penuh semangat dan tak kenal lelah...

Yang ingin menjadi insan bermanfaat dimanapun ia berada...

Just Keep ur spirit...

do the best and be ur self ^.^

Kamis, 13 Februari 2020

Layang-layang

Kamis, 13 Februari 2020 14.15 pm
Bismillah, ku awali tulisanku di tahun ini, hari ini. Ku sempatkan di tengah jadwal dan kegiatan yang super duper padat. Kau tahu? Rasanya berat sekali untuk memulai menulis.
Ingin rasanya bisa istiqomah berbagi kisah dan pengalamanku di blog ini, namun ketika malam, mataku sudah tak bisa menahan kantuk hingga terkadang aku ketiduran dengan buku diari yang masih terbuka. Hmm 😑
Maka kusempatkan siang ini, sambil mengiringi anak-anak asrama yang sedang bobok siang. Hehe
Doakan aku semoga bisa istiqomah menulis dan berbagi. Aamiin 😊
Hari ini, ketika aku berjalan usai pelajaran di masjid tadi, pandanganku tertuju pada beberapa anak laki-laki kelas 4 yang sedang asik bermain layang-layang. Spontan ingatanku kembali pada masa kecilku.
Kupanggillah ia, sekadar untuk memfoto layang-layangnya. :')
Layang-layangnya kecil :)
Aku teringat dengan masa kecilku. Yang tak pernah mau kalah jika ada layangan jatuh. Ku kejar ia dengan lari sekencang mungkin. Dan aku selalu senang karena aku selalu mendapatkan layang-layang yang putus itu. Bersama mereka, teman-teman laki-lakiku, setiap sepulang sekolah, usai ganti baju, aku langsung menuju ke alas yang tak jauh dari rumah. Dengan membawa layang-layang lengkap dengan senarnya. Darimana layang-layangnya? Apakah beli? Tentu bukan. Kita bikin sendiri dong. Hehe... 😄
Dan layang-layang yang kami bikin ukurannya tidak sekecil yang difoto itu ya... :) ukurannya lumayan besar. Kok aku bisa membuat layang-layang?
Hehe...
Masa kecilku adalah masa tomboyku. Layang-layang, kelereng, bola, adalah mainanku saat aku kecil. Panjat pohon, berburu capung, mancing, sepak bola, gobak sodor, adalah permainan favoritku. Entahlah kenapa dulu aku suka sekali bermain dengan anak laki-laki. Dan mereka usianya rata-rata dua atau tiga tahun di atasku. Ketika sepulang sekolah, tanpa janjian kami menuju ke alas di depan rumah kami. Dan disana baru kami menentukan akan main apa. Jika ada yang membawa bola maka kami akan bermain sepak bola. Dan aku selalu menjadi keeper andalan mereka. Ketika main panjat pohon pun, aku selalu bisa memanjat yang paling tinggi. Ketika berburu capung, aku selalu bisa mendapat capung terbanyak. Ketika mengulur layang-layang, layang-layangku selalu paling tinggi. Aku masih ingat, sampai salah satu mereka ada yang bilang. 'Kok iso seh, layanganmu duwure ngunu. Kok gak lugur'. Katanya.
Hehe... Segitu tomboynya aku dulu. Ya Allah... :D

Namun, bapak selalu memintaku pulang ketika mendapatiku sedang bermain sepak bola bersama mereka. Alasannya mungkin karena, hanya aku yang perempuan. Dan sepak bola adalah permainan laki-laki dan bapak juga tidak ingin aku sampai capek dan lelah. Berulang kali aku ketahuan bapak, namun tetap saja aku adalah anak bapak yang bandel kala itu. 
Maka pernah suatu hari, ketika aku bermain sepak bola bersama teman-teman laki-lakiku, di kejauhan di ujung jalan sana, aku melihat bapak naik sepeda dengan membonceng rumput untuk pakan sapi. Aku melihat bapak mengayunkan tangan kedepan lurus ke arahku, isyarat bapak marah dan memberi peringatan untuk aku agar segera pulang. Maka segera aku berlari kencang untuk pulang agar tidak keduluan bapak sampai rumah. Karena jika bapak yang terlebih dahulu sampai, sudah bisa ditebak aku akan kena marah. Tanpa pamit aku langsung berlari. Setiba di rumah aku langsung mandi dengan secepat kilatndan langsung berganti pakaian. Jarak perjalanan bapak ke rumah cukup lah untuk aku persiapan agar bisa terlihat tak 'kumus-kumus' ketika bapak sampai rumah. Hehe
Yaa Allah... Maafkan kulo nggeh Pak...😬

Namun, sebagaimana tomboynya aku di masa kecilku, ketika dewasa sekarang, jangan tanya lagi apakah aku masih tomboy atau tidak. Semenjak usiaku MTs dan kita sudah berbeda sekolah, jarang bertemu, aku menjadi canggung untuk dekat dengan teman laki-lakiku. Entah kenapa perasaan malu itu mengakar kuat setelah aku bukan anak MI lagi. Aku menjadi tak berani lagi untuk bahkan sekedar berpapasan dengan anak laki-laki. Jika aku melewati gerombolan laki-laki di pinggir jalan, maka rasanya aku ingin menghilang saja agar tak usah berjalan melewati mereka. Hmmm

Bahkan aku juga masih ingat. Ketika SMA kelas 3, ada satu teman laki-laki yang tiba2 duduk di bangku sebelahku untuk meminta bantuan mengerjakan salah satu tugas dan spontan aku langsung berdiri menjauh, kemudian ia pun kaget dan spontan mengkritik. 'Ya Allah biasa wae lah, aku yo gak lapo2'. Katanya. Maka saat itu juga aku merasa tidak enak. Kenapa juga aku bersikap seperti itu. Tapi entahlah. Dalam naluri terdalamku, sungguh aku merasa tidak nyaman.

Ah... Sebagaimanapun malunya aku jika berhadapan dengan laki-laki, tetap saja masih tersisa jiwa tomboyku. Aku selalu merasa 'nyambung' dan 'klik' jika ngobrol dengan mereka. Aku merasa tidak 'ribet' sih jika berurusan dengan mereka. Terbukti, aku selalu punya banyak sekali sahabat laki-laki. Yang mereka selalu saja membuat ricuh hidupku. 🤣

Jika itu masih berada pada zona aman untuk dikatakan sebagai 'teman', maka curhat tentang apapun pasti akan selalu aku terima. Dan dari ketiga putri Bapak, aku adalah satu-satunya yang setiap hari raya paling sering menerima tamu laki-laki. Siapa lagi kalau bukan teman-temanku. 😆
Hehe... Senang rasanya bisa punya banyak teman yang asik dan nggak ribet. Meskipun aku sering membuat mereka takut dan tidak berani mendekatiku. Kok bisa?
Tunggu kelanjutannya ya.... 😁
Sudah dulu. Nanti aku sambung lagi. Waktunya ngobraki anak-anak untuk sholat ashar. 😁😄

Tidak ada komentar:

Posting Komentar