BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia terlahir ke alam dunia ini
dituntut untuk mencari ilmu. Tak ada alasan bagi manusia untuk tidak mencari
ilmu. Manusia bisa memilih yang baik dan yang buruk karena mempunyai
ilmu.Banyak jalan atau cara untuk dapat mengetahui banyak hal yaitu dengan
belajar dan berusaha. Sedangkan belajar bermakna suatu proses dimana ditandai
dengan adanya perubahan perilaku.
Belajar merupakan suatu proses yang
diarahkan pada stu tujuan. Dalam suatu pembelajaran perlu didukung oleh adanya
suatu teori dan belajar, secara umum teori belajar dikelompokkan menjadi 4
aliran yang meliputi :
Ø Teori Behaviorisme
Ø Teori Belajar Kognitifisme
Ø Teori Belajar Konstruktivisme
Ø Teori Belajar Humanistik
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas
menghasilkan rumusan maslah sebagai berikut :
Ø Apa pengertian dari Teori
Pembelajaran Humanistik?
Ø Apa Revolusi belajar EQ menurut
Golmen?
Ø Apa Revolusi belajar SQ menurut
Zohar Marshall?
Ø Apa sajakah prinsip-prinsip
teori pembelajaran humanistik?
Ø Bagaimanakah implikasi teori
ini diterapkan di Sekolah Dasar?
Ø Apa saja peran seorang guru
dalam pembelajaran?
1.3 TujuanUntuk dapat
mengetahui semua yang telah dituangkan dalam rumusan masalah. Dan dapat
mengetahui terobosan baru untuk diimplikasikan dalam suatu pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar dan Pembelajaran Humanistik
Menurut
teori humanistik belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia yakni untuk mencapai aktualisasi
diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Dalam hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik (memanfaatkan/merangkum
semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia). Aliran humanistik
memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang
melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif,
afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan
pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh setiap siswa.
Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan
dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Humanistik
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan
hal-hal yang positif.
Tokoh-tokoh
teori humanistik diantaranya sebagai berikut:
1.
Arthur Combs (1912-1999)
Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan beramsumsi bahwa siswa
mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal hal yang terpenting ialah bagaimana siswa untuk memperoleh
arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupan.
2.
Abraham Maslow
Teori
Malow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: suatu
usaha yang positif untuk berkembang, kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.
Maslow
mengungkapkan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
Hirarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak.
3.
Carl Rogers
Rogers
membedakan dua tipe belajar yaitu:
a.
Kognitif (kebermaknaan)
b.
Experiential (pengalaman)
Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan keinginan siswa. Experiential
learning mencakup: keterlibatan siswa personal, berinisiatif, evaluasi oleh
siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Ada
beberapa asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif, Segala hal
di dunia baik organik maupun non organik tersusun dari hal-hal yang lebih
kecil, Kecenderungan aktualisasi, Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk
bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mepunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
2.2 Revolusi IQ, EQ, dan SQ
Menurut
Howard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan
sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.IQ menurut Stephen R. Covey, adalah
kecerdasan yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk
menganalisis, berpikir, bahasa, berfikir abstrak.
Teori
mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer
tahun 1990. Mereka mendefinisikan EQ sebagai “kemampuan untuk memahami
perasaaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk
mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup
seseorang”.
EQ merupakan kemampuan untuk
mengendalikan, mengorganisasikan dan mempergunakan emosi ke arah kegiatan yang
mendatangkan hasil optimal.
Adapun ciri-ciri kecerdasan emosional
yaitu
1.Kesadaran diri (self-awreness)
2.Pengaturan diri (self-regulation)
3.Motivasi (motivation)
4.Empati (empathy)
5.Keterampilan sosial (social skill)
Menurut
Golemen(2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur
kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage ouremotional life with
intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan social.
Sementara itu, Hein (1999) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu
bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan sisi kehidupan emosi, seperti kemampuan
untuk menghargai dan mengelola emosi diri dan orang lain, untuk memotivasi diri
dan mengekang impuls, dan untuk mangatasi hubungan interpersonal secara
efektif. Menurut Zohar dan Marshall, kecerdasan spiritual (SQ) adalah
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Dan
menurut Zohar dan Marshall juga mengungkapkan bahwa SQ penting dalam kehidupan.
Ia menjelaskan bahwa seseorang yang SQ nya tinggi cenderung menjadi pemimpin
yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan
visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain
Spiritual
Quotient (SQ) adalah untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih
luas. Kecerdasan spiritual dapat membantu menyembuhkan dan membangun diri
secara utuh.
SQ
merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Tanda-tanda
dari SQ yang telah berkembang baik:
·
Kemampuan bersikap fleksibel
·
Tingkat kecerdasan diri yang tinggi
·
Kemampuan hidup menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
·
Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
2.3 Prinsip-prinsip Belajar Humanistik
1.
Manusia mempunyai belajar alami.
2.
Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud tertentu.
3.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.
Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu
kecil.
5.
Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
6.
Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya
7.
Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar..
8.
Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9.
Kepercayaan dalam diri siswa dapat dikembangkan dengan membiasakan untuk mawas
diri.
10.
Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
2.3
Implikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
·
Pembelajaran tidak hanya mengembangkan kognisi (pengetahuan) saja, melainkan
juga harus mengembangkan aspek afeksi (sikap) dan psikomotor (keterampilan)
siswa.
·
Pembelajaran ditekankan juga untuk mengembangkan nilai-nilai kerja sama, saling
membantu dan menguatkan kejujuran, kreativitas, moralitas, spiritualitas dalam
pembelajaran.
·
Pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan serta memperhatikan aspek kecerdasan
ganda yang dimiliki peserta didik.
·
Penggunaan metode, strategi dan model pembelajaran yang bervariasi dan inovatif
berdasarkan keberagaman kecerdasan
yang dimiliki oleh peserta didik.
2.4 Peran Guru/Pendidik Menurut Teori Humanistik
1. Guru
Sebagai Fasilitator
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
a.
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas.
b.
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c.
Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d.
Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan
para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e.
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f.
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g.
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai
seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h.
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak
oleh siswa.
i.
Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat
selama belajar.
j.
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Ciri-ciri
guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon
perasaan siswa
2. Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai
siswa
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
7. Tersenyum
pada siswa
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar humanistik adalah teori belajar dan pembelajaran yang
mengedepankan memanusiakan manusia
Dalam pembelajaran, menurut pandangan teori humanistik pendidik bukan sekedar
mengembangkan aspek kognitif siswa, akan tetapi juga pendidik diharapkan dapat
mengembangkan aspek psikomotorik (keterampilan) dan aspek afeksi (sikap).
Teori belajar humanistik merupakan menyempurna dari teori pembelajaran
sebelumnya. Yang hanya menyangkup sebuah aspek saja.
Guru dalam teori humanistik sebagai fasilitator, guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran
3.2 Saran
Penggunaan metode pembelajaran humanistik sesuai bagi peserta didik, karena
dalam metode pembelajaran humanistik tak hanya mengajarkan kognitif dan
psikomotor saja, akan tetapi afektif. Hal ini diperlukan untuk mendidik peserta
didik lebih memiliki sikap yang baik, tak hanya pandai dan cerdas
DAFTAR PUSTAKA
S.pd,M.pd,Mujtahidin. Teori belajar
dan pembelajaran.Madura:2012
http://alkohol7.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar