BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era yang semakin maju, kita membutuhkan komunikasi kepada orang lain
untuk mengungkapkan sesuatu yang kita pikirkan atau sesuatu yang kita inginkan.
Banyak cara untuk mengungkapkan sesuatu kepada orang lain, baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam mengungkapkan secara lisan, diperlukan rumusan apa yang
akan kita sampaikan. Hal tersebut meliputi apa yang kita ungkapkan, tujuan dan
bagaimana penyusunannya agar gagasan yang kita ungkapkan dapat dipahami oleh
orang lain.Ungkapan seseorang tentang apa yang dirasakan dapat dituangkan dalam
sebuah karya sastra. Karya sastra oleh suatu pengarang berbeda karakteristiknya
antara satu dengan lainnya. Untuk memahami tentang bagaimana menelaah karya
sastra diperlukan pemahaman tentang sastra dan teks. Pemakalah menyajikan
tentang sastra dan teks untuk memahami lebih delam tentang suatu karya sastra.
Dari pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan
sastra sebagai teks?
2. Apa saja komponen dalam
sastra?
3. Apa saja jenis-jenis sastra?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1. Dapat memahami sastra sebagai
teks.
2. Dapat memahami komponen dalam
sastra.
3. Dapat memahami jenis-jenis
sastra.
BAB II
ISI
1.1 Sastra Sebagai Teks
Berangkat dari pendapat Widdowson (1997:8) bahwa secara umum, kesustraan
telah menarik perhatian para pakar bahasa karena dua alasan yang bertentangan.
Salah satu alasannya adalah bahwa kesustraan menunjukkan data yang dapat
dijelaskan sesuai dengan model-model deskripsi ilmu bahasa. Sedang alasan yang
kedua adalah bahwa kesustraan menunjukkan data yang tidak dapat dilakukan
dengan cara demikian. Berdasarkan pada alasan pertama, kesustraan tidak dapat
dilepaskan dari bahasa sebagai medianya. Bahkan banyak ahli yang berpendapat
bahwa kekhasan sastra terletak pada bangun teksnya. Dengan demikian, keberadaan
kesusastraan sangat ditentukan oleh cara penyajian bahan. Luxemburg, dkk. (
1992:86) mendefinisikan teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi,
sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan.
Erat kaitannya dengan hal tersebut, Halliday (dalam Widdowson, 1997:8)
mengungkapkan sebagai berikut:
how Linguistics is not and will never bĂȘte whole of literally analysis, and
only te literally analyst-not te linguist-can determine the place of
linguistics in literary studies. But if a text is to be described at all, ten
it should be described properly; and this means by the theories and methods
developed in linguistics, the subject whose task is precisely to show language
works.
Bahasa tidak akan pernah menjadi analisis sastra yang menyeluruh, dan hanya
seorang penelaah sastra sajalah- dan bukan pakar bahasa – yang dapat menentukan
kedudukan bahasa dalam kajian-kajian sastra. Tetapi kalaupun sebuah teks harus
diuraikan juga, maka uraian itu harus dilakukan secara tepat;dan ini berarti
menggunakan teori dan metode yang dikembangkan dalam bahasa, suatu mata ajaran
yang bertugas untuk menunjukkan fungsi kerja bahasa tersebut secara tepat.[1]
1.2 Komponen dalam Sastra
Tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks yaitu :
1. Isi
2. Sintaksis
3. Pragmatik
Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus
mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan.
Gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa
yang berupa penceritaan, lazimnya dalam bentuk drama dan prosa maupun untaian
kata-kata, lazimnya dalam bentuk puisi. Pengarang dalam menuangkan
gagasan-gagasannya dapat secara eksplisit maupun implisit dalam menunjukkan isi
sebagai pesan yang disampaikan dalam teks.
Isi dalam teks berkaitan dengan semantik. Semantik
merupakan salah satu kajian dalam bahasa yang berkaitan dengan makna. Isi dalam
teks tidak ubahnya adalah makna-makna yang disampaikan pengarang. Pengungkapan
makna ini dapat dilakukan secara terang-terangan, lugas, jelas maupun dengan
tersembunyi melaui symbol-simbol. Berkaitan dengan makna dalam teks, Luxemburg,
dkk (1992:88) menyatakan bahwa kesatuan semantik yand dituntut
sebuah teks adalah tema global yang melingkupi semua
unsur. Dengan kata lain, tema atau perbuatan berfungsi sebagai ikhtisar teks
atau perumusan simboliknya. Meskipun demikian, menunjukkan tema saja belumlah
memadai. Masih diperlukan penafsiran menyeluruh untuk menelaah sebuah teks
sebagai satu kesatuan. Hal ini terkait dengan keberadaan sebuah cerita maupun
puisi yang merupakan satu kesatuan ide/ gagasan.
Kedua adalah sintaksis. Sintaksis
dalam tata bahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis sebuah teks
harus memperhatikan pertautan. Pertautan itu akan tampak apabila unsure-unsur
dalam tatabahasa berfungsi sebagai penunjuk (konjungsi) secara konsisten
dipergunakan. Dalam hal ini dapat kita simak melalui penceritaan berikut.
“Cukup! Rupanya inilah yang terpenting mengapa
kamu datang kemari. Rupanya kamu sedang mendambakan punya menantu sebagai guru.
Sebenarnya kamu harus menolak begitu mendengar pesan Pak Sambeng itu. Satu al
kau tak boleh lupa: Jangan sekali-sekali menyuruh orang bercerai. Juga jangan
lupa, Darsa adalah kemenakan suamimu. Sa;ah-salah urusan, malah kamu dan suamimu
ikut kena badai. Oh, Mbok Wirjayi, aku tak ikut kamu bila kamu punya pikiran
demikian. Aku hanya berada di pihakmu bila kamu terus berikhtiar dan berdoa
untuk kesembuan Darsa”.
(Tohari,
2005:60-61)
Pada kutipan di atas, konjungsi yang
berupa kata ganti “kamu” sangat dominan dalam cerita di atas. Keberadaan kata
ganti “kamu” pada kalimat satu, dua, tiga empat, enam, tujuh, dan delapan
menunjukkan bahwa antarkalimat dalam penceritaan di atas sangat koheren. Hal
ini sangat memudahkan pembaca untuk menelaah karya sastra tersebut. Bahkan
untuk memudakan pemahaman digunakan pula bentuk klitik “mu” (sebagai bentuk
singkat dari kata “kamu”). Penggunaan itu terlihat pada kata “suamimu” dalam
kalimat kelima dan keenam; kata “pihakmu” pada kalimat kedepalan. Penggunaan
kata ganti tersebut sangat dieksplisitkan (jelas). Tentu tidak dapat
dibayangkan susahnya memahami hubungan antarkalimat diimplisitkan (samar-samar
atau tersembunyi).
Penggunaan kata ganti sebagai konjungsi
juga dapat ditemukan dalam puisi. Seperti halnya dalam cerita, keberadaan kata
ganti ini juga lebih memudahkan untuk memahami puasa, simaklah puisi Rendra
berikut ini.
NYANYIAN SUTO UNTUK FATIMAH
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
Dan menyalalah sukmaku.
Langit bagai kain tetoron yang biru
Terbentang
Berkilat dan berkilauan
Menantang jendela kalbu yang berdukacita
Rohku dan rohmu
Bagaikan proton dal electron
Bergolak
Bergolak
Di bawah dua puluh tiga matahari
Dua puluh tiga matahari
Membakar dukacita.
(Blues
untuk Bonnie, 1993)
Meskipun pada setiap larik puisi di
atas tidak ditemukan kata Suto dan Fatima, tetapi sangatlah mudah bagi kita
untuk memahami teks puisi di atas dengan memperhatikan klitik yang terdapat
pada teks di atas. Klitik “ku” merupakan kata ganti dari Suto, sedangkan klitik
“mu” merupakan kata ganti dari Suto, sedangkan klitik “mu” merupakan kata ganti
dari Fatima.
Begitulah pentingnya sintaksis dalam
sebuah teks. Yang terpenting adalah kekonsistenan dari konjungsi sehingga tidak
merancukan kalimat-kalimat yang membangun puisi. Dua kutipan di atas, baik
cerita maupun puisi menunjukkan kekonsistenan dari konjungsi – kata ganti dan
klitika – yang digunakan.
Ketiga adalah pragmatik sebuah
teks. Pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan
dalam keadaan tertentu. Dalam hal ini Luxemburg, dkk (1992:87) mengungkapkan
bahwa pragmatik bertalian dengan bagaimana bahasa dipergunakan dalam suatu
konteks sosial tertentu; teks merupakan suatu kesatuan bilamana ungkapan bahasa
oleh para peserta komunikasi dialami sebagai suatu kesatuan yang bulat. Lebih
lanjut dikatakannya bahwa pragmatik merupakan ilmu mengenai perbuatan yang kita
lakukan bilamana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks tertentu. Hal yang
diungkapkan Luxemburg tersebut bertalian erat dengan ketuntasan dalam memahami
suatu teks. Makna kesatuan bulat mengarah pada keutuhan dari sebuah teks.
Membaca teks merupakan satu tindakan atau kegiatan yang dimulai dari bagian
awal hingga akhir dari sebuah teks, yaitu: “selesai” atau “tamat”. Sebuah
contoh, apabila kita membaca novel Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang
Jatuh yqang ditulis oleh Dewi Lestari maka kegiatan yang kita lakukan adalah
membaca keseluruhan dari teks novel ini. Begitu halnya kalau kita membaca
puisi, cerpen ataupun drama maka keseluruhan dari teks tersebut harus kita baca
dengan seksama. Dengan demikian, akan diperoleh pemahaman yang tepat
tentang isi atau garis besar dari penceritaan tersebut.
Begitu halnya apabila kita bertindak
sebagai pengarang. Yang kita lakukan adalah mengarang dengan sistematika yang
tepat. Sistematika yang menjelaskan bagian awal, bagian inti atau isi, kemudian
bagian akhir sebagai pertanda bahwa teks yang kita buat selesai atau berakhir.
Keteraturan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya harus
ditunjukkan dengan tepat. Begitu halnya dengan bahasa yang digunakan. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa yang tersusun atas deretan kata, gabungan kata,
dan atau kalimat yang muda dimengerti oleh pembaca.
1.3 Jenis- Jenis Teks
Luxemburg, dkk (1989:54-56) membagi teks menjadi
empat bagian, yaitu: teks ekspresif, referensial, persuasive, dan retorik. Teks
ekspresif bertujuan mengungkapkan buah pikiran, perasaan, pengalaman
dan pendapat pengarang. Di samping itu, teks ekspresif memberi informasi
tentang dunia nyata dan juga ditujukan kepada pembaca, namun funsi utamanya
adalah penyajian diri si pengarang. Dalam hal ini, pengarang menceritakan
peristiwa atau kejadian yang menceritakan dirinya sebagai tokoh sentral,
seperti pada kutipan cerpen Motinggo Busye berikut.
Ada dua tengkorak kepala yang sampai saat ini masih membuat aku meghela
nafas dalam-dalam. Dua tengkorak kepala manusia yang paling memberi arti bagi
hidupku. Aku harus berurusan dengan dua tengkorak kepala itu. Ini bermula dari
telepon interlokal Umi, ibuku: aku harus segera berangkat ke
Lhok Seumawe, Aceh.
(Dua
Tengkorak Kepala, 2000)
Tokoh aku sebagai
sentral, juga dapat terjadi dalam puisi. Puisi Chairil Anwar, Aku dan Tuhanku merupakan
bentuk teks ekspresif.
Teks referensial dimaksudkan untuk memberi
informasi tentang apa yang terjadi di dunia nyata atau bagaimana keadaannya.
Teks referensial yang memberi informasi mengenai dunia nyata berusaha
melukiskan kenyataan sebagaimana adanya. Namun, tidak selalu tercipta gambaran
yang objektif tentang kenyataan. Seorang pengarang selalu menyajikan
pandangannya sendiri tentang kenyataan tidak selalu sesuai dengan pandangan
orang lain.
Teks sastra tidak mengacu pada satu-satunya
dunia nyatasecara langsung, melainkan pertama-tama kepada dunia yang
dibayangkan ole teks. Dalam al itu teks memiliki sifat referensial yang khusus.
Dikatakan referensial karena mengacu pada dunia nyata yeng sebenarnya. Dunia
teks adalah paralel dengan dunia kita sendiri. Bila dunia nyata kita sendiri
dapat kita temukan dalam teks maka kita akan tertarik pada teks semacam itu.
Hal ini, misalnya berlaku pada roman dan kisah yang menggambarkan tokoh yang
mampu menggugah keinginan untuk beridentifikasi. Hal ini bukanlah sesuatu yang
mistahil karena sastra meskipun hasil cipta yang imajinatif, tetapitetap
berangkat dari kenyataan. Kutipan cerpen Dua Tengkorak Kepala di
atas berangkat dari kenyataan bahwa peristiwa itu terjadi di Lhok Seumawe, Aceh
yang menjadi daerah operasi militer (DOM) karena sebagian orang menuntut Aceh
merdeka.
Teks
persuasive adalah teks yang terutama mementingkan penerima, pembaca, atau dalam
hal komunikasi lisan pendengar. Usahanya adalah mempengaruhi, meyakinkan atau
mendukung perilaku tertentu. Teks sastrapun kadang-kadang ditujukan kepada
pembaca. Pengarang menggunakan teknik tertentu untuk mencekam pembaca (dengan
ketegangan), mengarukan, menyenangkan, atau mengajarinya. Dalam al ini, yang
dimaksudkan adalah dampak teks terhadap pembaca. Hal serupa berlaku bagi sastra
yang berwarna keagamaan dan bagi semua sastra yang membawa pesan tertentu, atau
ditulis dengan titik tolak ideology. Dengan sendirinya, bergantung pada
pembacaperorangan sejau mana ia menerima atau menolak pesan tersebut, sperti
pada kutipan novel Mabub Jamaluddin berikut.
Puji terangkan dengan hati-hati, kalau bagi kaum santri, makan itu harus
dijaga betul. Arus ekstra hati-hati. Karena makanan itu akan masuk ke perut,
diserap oleh dara, dan menjadi penopang pertumbuhan tubuh dan perkembangn ruh.
Kalau makanannya kurang baik, dalam arti menurut sisi agama, maka orangnya akan
cenderung kurang baik dan berat untuk mengamalkan yang baik-baik. Begitu pula
sebaliknya. La ta’kul illa ta’ama taqiyyin wala ya’kul tha’amakan illa
taqiyyun; hendaknya kamu tidak makan kecuali makanan orang yang
bertaqwa, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa pula.
(Pangeran
Bersarung, 2005)
Teks retorik
adalah teks yang tidak mengutamakan hubungan antara teks dan faktor-faktor
konteks, yaitu pengarang, dunia nyata, dan pembaca. Teks retorik mengutamakan
teks itu sendiri. Dalam hal ini teks retorik mempunyai sifat yang otonom. Teks
sastra dikatakan sebagai teeks apabila teks tersebut menarik perhatian karena
struktur atau penggunaan bahasanya sehingga menyimpang dari teks-teks yang
normal. Dalam banyak teks cerita, peristiwa disajikan dalam urutan yang berbeda
dengan apa yang terjadi dalam kenyataan. Dalam hal ini kita bisa membandingkan
cerita Ken Arok dan Ken Dedes antara yang ditulis Muh. Yamin dan Kirdjomulyo.
Muh. Yamin menulis cerita tersebut berdasarkan sejarah. Peristiwa terbunuhnya
Tunggul Ametung disebabkan oleh keris Kebo Ijo yang dipinjamkan kepada Ken Arok
kemudian oleh Ken Arok digunakan untuk membunuh Ken Dedes.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luxemburg, dkk. ( 1992:86) mendefinisikan teks sebagai ungkapan bahasa yang
menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan.
Tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks yaitu :
1. Isi
Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus
mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan.
2. Sintaksis
Sintaksis dalam tata bahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis
sebuah teks harus memperhatikan pertautan.
3. Pragmatik
Pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam
keadaan tertentu.
Jenis-Jenis Teks:
1. Teks Ekspresif
2. Teks Referensial
3. Teks Persuasif
4. Teks Retorik
3.2 Saran
Saran kami kepada umumya kepada pembaca
makalah ini agar lebih memahami tentang sastra dan memahami fungsi dari karya
sastra itu sendiri. Saran kami khususnya kepada mahasiswa Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar agar lebih memahami bagaimana menerapkan
Sastra Anak secara baik kepada peserta didiknya nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman. 2012. Kajian Kesastraan
Persoalan Peta Sastra Indonesia hingga Sastra Anak. Surabaya: CV
Salsabila Putra Pratama.
Widdowson, H.G. 1997. Stilistika dan
Pengajaran Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/pengertian-teks-dalam-sastra/ diakses tanggal 1 Maret 2013
[1] H.G Widdowson, Stilistika dan Pengajaran
Sastra. (Surabaya: Airlangga University Press,1997) hal.8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar