Isnani Rosyianti

Yang dengan sejuta impian, ingin mewarnai dunia dengan penuh semangat dan tak kenal lelah...

Yang ingin menjadi insan bermanfaat dimanapun ia berada...

Just Keep ur spirit...

do the best and be ur self ^.^

Jumat, 20 Juni 2014

makalah teks dan sastra

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di era yang semakin maju, kita membutuhkan komunikasi kepada orang lain untuk mengungkapkan sesuatu yang kita pikirkan atau sesuatu yang kita inginkan. Banyak cara untuk mengungkapkan sesuatu kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam mengungkapkan secara lisan, diperlukan rumusan apa yang akan kita sampaikan. Hal tersebut meliputi apa yang kita ungkapkan, tujuan dan bagaimana penyusunannya agar gagasan yang kita ungkapkan dapat dipahami oleh orang lain.Ungkapan seseorang tentang apa yang dirasakan dapat dituangkan dalam sebuah karya sastra. Karya sastra oleh suatu pengarang berbeda karakteristiknya antara satu dengan lainnya. Untuk memahami tentang bagaimana menelaah karya sastra diperlukan pemahaman tentang sastra dan teks. Pemakalah menyajikan tentang sastra dan teks untuk memahami lebih delam tentang suatu karya sastra.

1.2  Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar  belakang di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan sastra sebagai teks?
2.      Apa saja komponen dalam sastra?
3.      Apa saja jenis-jenis sastra?

1.3  Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.      Dapat memahami sastra sebagai teks.
2.      Dapat memahami komponen dalam sastra.
3.      Dapat memahami jenis-jenis sastra.


BAB II
ISI
1.1  Sastra Sebagai Teks
Berangkat dari pendapat Widdowson (1997:8) bahwa secara umum, kesustraan telah menarik perhatian para pakar bahasa karena dua alasan yang bertentangan. Salah satu alasannya adalah bahwa kesustraan menunjukkan data yang dapat dijelaskan sesuai dengan model-model deskripsi ilmu bahasa. Sedang alasan yang kedua adalah bahwa kesustraan menunjukkan data yang tidak dapat dilakukan dengan cara demikian. Berdasarkan pada alasan pertama, kesustraan tidak dapat dilepaskan dari bahasa sebagai medianya. Bahkan banyak ahli yang berpendapat bahwa kekhasan sastra terletak pada bangun teksnya. Dengan demikian, keberadaan kesusastraan sangat ditentukan oleh cara penyajian bahan. Luxemburg, dkk. ( 1992:86) mendefinisikan teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan.
Erat kaitannya dengan hal tersebut, Halliday (dalam Widdowson, 1997:8) mengungkapkan sebagai berikut:
how Linguistics is not and will never bĂȘte whole of literally analysis, and only te literally analyst-not te linguist-can determine the place of linguistics in literary studies. But if a text is to be described at all, ten it should be described properly; and this means by the theories and methods developed in linguistics, the subject whose task is precisely to show language works.
Bahasa tidak akan pernah menjadi analisis sastra yang menyeluruh, dan hanya seorang penelaah sastra sajalah- dan bukan pakar bahasa – yang dapat menentukan kedudukan bahasa dalam kajian-kajian sastra. Tetapi kalaupun sebuah teks harus diuraikan juga, maka uraian itu harus dilakukan secara tepat;dan ini berarti menggunakan teori dan metode yang dikembangkan dalam bahasa, suatu mata ajaran yang bertugas untuk menunjukkan fungsi kerja bahasa tersebut secara tepat.[1]

1.2  Komponen dalam Sastra
Tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks yaitu :
1.      Isi
2.      Sintaksis
3.      Pragmatik
Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan. Gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa yang berupa penceritaan, lazimnya dalam bentuk drama dan prosa maupun untaian kata-kata, lazimnya dalam bentuk puisi. Pengarang dalam menuangkan gagasan-gagasannya dapat secara eksplisit maupun implisit dalam menunjukkan isi sebagai pesan yang disampaikan dalam teks.
Isi dalam teks berkaitan dengan semantik. Semantik merupakan salah satu kajian dalam bahasa yang berkaitan dengan makna. Isi dalam teks tidak ubahnya adalah makna-makna yang disampaikan pengarang. Pengungkapan makna ini dapat dilakukan secara terang-terangan, lugas, jelas maupun dengan tersembunyi melaui symbol-simbol. Berkaitan dengan makna dalam teks, Luxemburg, dkk (1992:88) menyatakan bahwa kesatuan semantik yand dituntut sebuah teks adalah tema  global yang melingkupi semua unsur. Dengan kata lain, tema atau perbuatan berfungsi sebagai ikhtisar teks atau perumusan simboliknya. Meskipun demikian, menunjukkan tema saja belumlah memadai. Masih diperlukan penafsiran menyeluruh untuk menelaah sebuah teks sebagai satu kesatuan. Hal ini terkait dengan keberadaan sebuah cerita maupun puisi yang merupakan satu kesatuan ide/ gagasan.
      Kedua  adalah sintaksis. Sintaksis dalam tata bahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis sebuah teks harus memperhatikan pertautan. Pertautan itu akan tampak apabila unsure-unsur dalam tatabahasa berfungsi sebagai penunjuk (konjungsi) secara konsisten dipergunakan. Dalam hal ini dapat kita simak melalui penceritaan berikut.
“Cukup! Rupanya inilah yang terpenting mengapa kamu datang kemari. Rupanya kamu sedang mendambakan punya menantu sebagai guru. Sebenarnya kamu harus menolak begitu mendengar pesan Pak Sambeng itu. Satu al kau tak boleh lupa: Jangan sekali-sekali menyuruh orang bercerai. Juga jangan lupa, Darsa adalah kemenakan suamimu. Sa;ah-salah urusan, malah kamu dan suamimu ikut kena badai. Oh, Mbok Wirjayi, aku tak ikut kamu bila kamu punya pikiran demikian. Aku hanya berada di pihakmu bila kamu terus berikhtiar dan berdoa untuk kesembuan Darsa”.
                                                                              (Tohari, 2005:60-61)
      Pada kutipan di atas, konjungsi yang berupa kata ganti “kamu” sangat dominan dalam cerita di atas. Keberadaan kata ganti “kamu” pada kalimat satu, dua, tiga empat, enam, tujuh, dan delapan menunjukkan bahwa antarkalimat dalam penceritaan di atas sangat koheren. Hal ini sangat memudahkan pembaca untuk menelaah karya sastra tersebut. Bahkan untuk memudakan pemahaman digunakan pula bentuk klitik “mu” (sebagai bentuk singkat dari kata “kamu”). Penggunaan itu terlihat pada kata “suamimu” dalam kalimat kelima dan keenam; kata “pihakmu” pada kalimat kedepalan. Penggunaan kata ganti tersebut sangat dieksplisitkan (jelas). Tentu tidak dapat dibayangkan susahnya memahami hubungan antarkalimat diimplisitkan (samar-samar atau tersembunyi).
      Penggunaan kata ganti sebagai konjungsi juga dapat ditemukan dalam puisi. Seperti halnya dalam cerita, keberadaan kata ganti ini juga lebih memudahkan untuk memahami puasa, simaklah puisi Rendra berikut ini.
NYANYIAN SUTO UNTUK FATIMAH
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
Dan menyalalah sukmaku.
Langit bagai kain tetoron yang biru
Terbentang
Berkilat dan berkilauan
Menantang jendela kalbu yang berdukacita
Rohku dan rohmu
Bagaikan proton dal electron
Bergolak
Bergolak
Di bawah dua puluh tiga matahari
Dua puluh tiga matahari
Membakar dukacita.
                        (Blues untuk Bonnie, 1993)
      Meskipun pada setiap larik puisi di atas tidak ditemukan kata Suto dan Fatima, tetapi sangatlah mudah bagi kita untuk memahami teks puisi di atas dengan memperhatikan klitik yang terdapat pada teks di atas. Klitik “ku” merupakan kata ganti dari Suto, sedangkan klitik “mu” merupakan kata ganti dari Suto, sedangkan klitik “mu” merupakan kata ganti dari Fatima.
      Begitulah pentingnya sintaksis dalam sebuah teks. Yang terpenting adalah kekonsistenan dari konjungsi sehingga tidak merancukan kalimat-kalimat yang membangun puisi. Dua kutipan di atas, baik cerita maupun puisi menunjukkan kekonsistenan dari konjungsi – kata ganti dan klitika – yang digunakan.
      Ketiga adalah pragmatik sebuah teks. Pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu. Dalam hal ini Luxemburg, dkk (1992:87) mengungkapkan bahwa pragmatik bertalian dengan bagaimana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks sosial tertentu; teks merupakan suatu kesatuan bilamana ungkapan bahasa oleh para peserta komunikasi dialami sebagai suatu kesatuan yang bulat. Lebih lanjut dikatakannya bahwa pragmatik merupakan ilmu mengenai perbuatan yang kita lakukan bilamana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks tertentu. Hal yang diungkapkan Luxemburg tersebut bertalian erat dengan ketuntasan dalam memahami suatu teks. Makna kesatuan bulat mengarah pada keutuhan dari sebuah teks. Membaca teks merupakan satu tindakan atau kegiatan yang dimulai dari bagian awal hingga akhir dari sebuah teks, yaitu: “selesai” atau “tamat”. Sebuah contoh, apabila kita membaca novel Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yqang ditulis oleh Dewi Lestari maka kegiatan yang kita lakukan adalah membaca keseluruhan dari teks novel ini. Begitu halnya kalau kita membaca puisi, cerpen ataupun drama maka keseluruhan dari teks tersebut harus kita baca dengan seksama. Dengan demikian, akan diperoleh  pemahaman yang tepat tentang isi atau garis besar dari penceritaan tersebut.
      Begitu halnya apabila kita bertindak sebagai pengarang. Yang kita lakukan adalah mengarang dengan sistematika yang tepat. Sistematika yang menjelaskan bagian awal, bagian inti atau isi, kemudian bagian akhir sebagai pertanda bahwa teks yang kita buat selesai atau berakhir. Keteraturan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya harus ditunjukkan dengan tepat. Begitu halnya dengan bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tersusun atas deretan kata, gabungan kata, dan atau kalimat yang muda dimengerti oleh pembaca.

1.3  Jenis- Jenis Teks
Luxemburg, dkk (1989:54-56) membagi teks menjadi empat bagian, yaitu: teks ekspresif, referensial, persuasive, dan retorik. Teks ekspresif bertujuan mengungkapkan buah  pikiran, perasaan, pengalaman dan pendapat pengarang. Di samping itu, teks ekspresif memberi informasi tentang dunia nyata dan juga ditujukan kepada pembaca, namun funsi utamanya adalah penyajian diri si pengarang. Dalam hal ini, pengarang menceritakan peristiwa atau kejadian yang menceritakan dirinya sebagai tokoh sentral, seperti pada kutipan cerpen Motinggo Busye berikut.
Ada dua tengkorak kepala yang sampai saat ini masih membuat aku meghela nafas dalam-dalam. Dua tengkorak kepala manusia yang paling memberi arti bagi hidupku. Aku harus berurusan dengan dua tengkorak kepala itu. Ini bermula dari telepon interlokal Umi, ibuku: aku harus segera berangkat ke Lhok Seumawe, Aceh.
                                    (Dua Tengkorak Kepala, 2000)
      Tokoh aku sebagai sentral, juga dapat terjadi dalam puisi. Puisi Chairil Anwar, Aku dan Tuhanku merupakan bentuk teks ekspresif.
Teks referensial dimaksudkan untuk memberi informasi tentang apa yang terjadi di dunia nyata atau bagaimana keadaannya. Teks referensial yang memberi informasi mengenai dunia nyata berusaha melukiskan kenyataan sebagaimana adanya. Namun, tidak selalu tercipta gambaran yang objektif tentang kenyataan. Seorang pengarang selalu menyajikan pandangannya sendiri tentang kenyataan tidak selalu sesuai dengan pandangan orang lain.
Teks sastra tidak mengacu pada satu-satunya dunia nyatasecara langsung, melainkan pertama-tama kepada dunia yang dibayangkan ole teks. Dalam al itu teks memiliki sifat referensial yang khusus. Dikatakan referensial karena mengacu pada dunia nyata yeng sebenarnya. Dunia teks adalah paralel dengan dunia kita sendiri. Bila dunia nyata kita sendiri dapat kita temukan dalam teks maka kita akan tertarik pada teks semacam itu. Hal ini, misalnya berlaku pada roman dan kisah yang menggambarkan tokoh yang mampu menggugah keinginan untuk beridentifikasi. Hal ini bukanlah sesuatu yang mistahil karena sastra meskipun hasil cipta yang imajinatif, tetapitetap berangkat dari kenyataan. Kutipan cerpen Dua Tengkorak Kepala di atas berangkat dari kenyataan bahwa peristiwa itu terjadi di Lhok Seumawe, Aceh yang menjadi daerah operasi militer (DOM) karena sebagian orang menuntut Aceh merdeka.
      Teks persuasive adalah teks yang terutama mementingkan penerima, pembaca, atau dalam hal komunikasi lisan pendengar. Usahanya adalah mempengaruhi, meyakinkan atau mendukung perilaku tertentu. Teks sastrapun kadang-kadang ditujukan kepada pembaca. Pengarang menggunakan teknik tertentu untuk mencekam pembaca (dengan ketegangan), mengarukan, menyenangkan, atau mengajarinya. Dalam al ini, yang dimaksudkan adalah dampak teks terhadap pembaca. Hal serupa berlaku bagi sastra yang berwarna keagamaan dan bagi semua sastra yang membawa pesan tertentu, atau ditulis dengan titik tolak ideology. Dengan sendirinya, bergantung pada pembacaperorangan sejau mana ia menerima atau menolak pesan tersebut, sperti pada kutipan novel Mabub Jamaluddin berikut.
Puji terangkan dengan hati-hati, kalau bagi kaum santri, makan itu harus dijaga betul. Arus ekstra hati-hati. Karena makanan itu akan masuk ke perut, diserap oleh dara, dan menjadi penopang pertumbuhan tubuh dan perkembangn ruh. Kalau makanannya kurang baik, dalam arti menurut sisi agama, maka orangnya akan cenderung kurang baik dan berat untuk mengamalkan yang baik-baik. Begitu pula sebaliknya. La ta’kul illa ta’ama taqiyyin wala ya’kul tha’amakan illa taqiyyun; hendaknya kamu tidak makan kecuali makanan orang yang bertaqwa, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa pula.
                                                                  (Pangeran Bersarung, 2005)

      Teks retorik adalah teks yang tidak mengutamakan hubungan antara teks dan faktor-faktor konteks, yaitu pengarang, dunia nyata, dan pembaca. Teks retorik mengutamakan teks itu sendiri. Dalam hal ini teks retorik mempunyai sifat yang otonom. Teks sastra dikatakan sebagai teeks apabila teks tersebut menarik perhatian karena struktur atau penggunaan bahasanya sehingga menyimpang dari teks-teks yang normal. Dalam banyak teks cerita, peristiwa disajikan dalam urutan yang berbeda dengan apa yang terjadi dalam kenyataan. Dalam hal ini kita bisa membandingkan cerita Ken Arok dan Ken Dedes antara yang ditulis Muh. Yamin dan Kirdjomulyo. Muh. Yamin menulis cerita tersebut berdasarkan sejarah. Peristiwa terbunuhnya Tunggul Ametung disebabkan oleh keris Kebo Ijo yang dipinjamkan kepada Ken Arok kemudian oleh Ken Arok digunakan untuk membunuh Ken Dedes.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Luxemburg, dkk. ( 1992:86) mendefinisikan teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan.
Tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks yaitu :
1.      Isi
Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan.
2.      Sintaksis
Sintaksis dalam tata bahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis sebuah teks harus memperhatikan pertautan.
3.      Pragmatik
Pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu.
Jenis-Jenis Teks:
1.      Teks Ekspresif
2.      Teks Referensial
3.      Teks Persuasif
4.      Teks Retorik

3.2  Saran
      Saran kami kepada umumya kepada pembaca makalah ini agar lebih memahami tentang sastra dan memahami fungsi dari karya sastra itu sendiri. Saran kami khususnya kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar  agar lebih memahami bagaimana menerapkan Sastra Anak secara baik kepada peserta didiknya nanti.



DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman. 2012. Kajian Kesastraan Persoalan Peta Sastra Indonesia hingga Sastra Anak. Surabaya: CV Salsabila Putra Pratama.
Widdowson, H.G. 1997. Stilistika dan Pengajaran Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.

[1] H.G Widdowson, Stilistika dan Pengajaran Sastra. (Surabaya: Airlangga University Press,1997) hal.8.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar